soficita

Senin, 19 Maret 2012

Korupsi di Mata Anak-Anak

Biasanya, sebelum mulai belajar anak-anak #soficita akan bermain sesuka hati. Lalu, ketika semua sudah tenang dan bisa duduk manis, kita akan mulai berdiskusi. Dari cerita pengalaman berebut belut di sawah. Dengan sistem saling songkol (baca = sebelum belut masuk wadah masing-masing biarpun sudah di tangan masih bisa direbut), baju penuh lumpur. Oh, bukan hanya baju tapi dari ujung rambut. Menyenangkan. Atau pengalaman waktu sunat. Pengalaman malasnya mandi pagi, dan sebagainya.

Kemarin sore Nafis, Adit, Manda, Bagus, Devi, Marsya, dan Delpi duduk nyaman, ada yang bergelayutan di pundak. Tiduran bebas dilantai. Sibuk kipas-kipas karena udara yang panas. Kita memulai diskusi. Ada yang membuka dengan pertanyaan tentang apa itu korupsi? Tak perlu ku jawab. Dilemparkan saja pertanyaan itu pada mereka.
Jawaban beragam.
“Berarti dosa banget ya mbak koruptor itu?”
“Koruptor itu orang yang serakah”
“Jahat”
“Masa nggak di tangkap sama pak polisi”
“Kan kalau di TV yang korupsi para pejabat tinggi”
“Masa pak Presiden nggak berani?”
“Yang di korupsi itu uang untuk rakyat?”
“Untuk orang miskin? ya nanti tambah susah? kalau nggak bisa makan gimana?”
Pembahasan melebar sampai dengan hutan gundul karena penebangan liar.
“Yang nebang katanya orang-orang yang udah kaya ya mbak?”
“Ihh… pada jahat banget ya orang Indonesia”
“Mbak, bisa nggak nanti lama-lama Indonesia di jual juga sama koruptor?”
“Hah… kalau Indonesia di jual, nanti aku tinggal dimana?”
“Berarti kalau Indonesia di jual rakyatnya jadi pembantu semua ya mbak?”
Oke! Stop… Kalau sudah begini, mencoba dengan sungguh hati, menjelaskan apa dan bagaimana koruptor. Dan bagaimana semestinya menjadi anak-anak yang baik. Hipnotis mereka dengan cerita tokoh-tokoh yang hebat. Keyakinanku, bahwa anak-anak akan belajar dari tingkah laku orang dewasa. Mari, selalu belajar menjadi contoh anak-anak untuk kemajuan kita bersama.


Cilacap, Des 2011
Sophy