Miris sekali dengan judulnya, orang Jawa yang tak tahu Jawa.
Beberapa waktu lalu, aku sempet ngobrol
ngalor ngidul bareng sahabat Gin tentang pendidikan. Sebetulnya ini tema
obrolan yang nggak ada habisnya. Carut marutnya pendidikan, dibahas,
diurai, dipikirkan ataupun mau diapain juga begitu-begitu saja. Bahkan
banyak banget hal yang sebetulnya ingin kutuliskan, nyatanya nggak
jadi-jadi juga.
Suatu kali si mamang ini bercerita
tentang hal yang membuatnya tertarik untuk dipelajari lebih mendalam.
Katanya, dia banyak mengamati orang-orang tua. Kecerdasan orang jaman
dulu dengan kini sangat jauh berbeda. Menurutnya lagi, dia sering
terpesona dengan kemampuan orang-orang tua dalam melakukan pekerjaan,
menganalisis, memperhitungkan sesuatu dan sebagainya. Padahal
orang-orang tua tersebut tidak sekolah tinggi-tinggi. Menghitung
kebutuhan bahan baku bangunan, ukuran dan biaya pembuatan rumah
misalnya, tak perlu banyak waktu, hanya segini, segini, dan segini,
ketemu totalnya. Tanpa corat caret, tanpa kalkulator, pokoknya tanpa
alat bantu apapun dengan mudah diselesaikan. Padahal hanya lulusan SR
(Sekolah Rakyat).
Memang, pengalaman pasti sangat
berpengaruh. Tapi, bisa jadi memang proses pembelajaran jaman dulu juga
memberikan pengaruh besar. Jaman dahulu, menulis di atas sabak dan
setelah selesai pelajaran sabak dibersihkan. Bagaimana murid tetap bisa
mengerti materi yang telah diajarkan. Coba tanyakan sama simbah-simbah
jaman dulu bagaimana menghitung luas atau volume tabung? aku yakin
mereka masih mengingatnya. Dan hal inilah yang menarik untuk dipelajari
lebih mendalam. Kumpulkan saja cerita-cerita para orang tua tentang SR
dan mungkin dapat banyak pelajaran.
Sanrusdi.
Aku memanggilnya Mbah Bau Rusdi. Beliau
saat ini adalah orang tersepuh atau paling tua di dusun kami. Saat ini
berumur 84 Tahun. Dipanggil mbah bau karena semasa mudanya menjabat
sebagai kepala dusun (bau). Yang menarik dari simbah ini menurutku
karena orangnya rame, seru, lucu. Demen mendongeng, meskipun
cerita-ceritanya agak serem tapi selalu bikin penasaran. Maklum orang
jaman dulu, banyak tirakatnya, banyak ilmunya dan banyak jimatnya. Dari
cerita klenik, jaman perjuangan, jaman pki dan cerita-cerita tempat
angker di dusun kami tentunya.
Saat pulang ke Cilacap kemarin, sempat
ketemu di warung dan ngobrol-ngobrol dengan mbah Rusdi. Kondisi fisiknya
memang sudah tak sekuat dulu tapi kalau soal ngobrol masih bersemangat
dan antusias. Nah, inilah kesempatan untuk memeperoleh cerita sekolah
jaman SR dulu.
Jaman SR dulu, tidak ada bapak guru, kita
semua memanggil guru dengan sebutan ‘Ndoro’. Guru itu para priyayi.
Pakaiannya, pakaian jawa dengan tapih kain jarik dengan wiron tatan.
Lalu hal yang dipelajari selama tiga tahun di SR, mbah Rusdi cerita
begini, kelas 1 dan 2 tidak pernah diajarkan menulis huruf latin
(alphabet) melainkan menulis dengan aksara jawa dan belajar berhitung.
Di kelas 3 baru diajarkan menulis dengan huruf latin.
Mbah Rusdi juga bercerita bagaimana
anak-anak bersemangat di pagi hari memberihkan sabak dengan kain yang
dibasahi. Bersih, dan siap untuk memperoleh pelajaran baru setiap
harinya. Waow, lalu bagaimana anak-anak mengerti tentang pembelajaran
jika tak ada lagi bahan atau banyaknya catatan. Mbah Rusdi hanya bilang,
karena kita memahami apa yang ndoro ajarkan.
Mbah Rusdi Menulis Aksara Jawa |
Hasil Tulisan Mbah Rusdi |
Terpesona aku sama tulisan rapi yang tak
bisa kubaca itu. Miris. Aku, asli Jawa tak mengenal aksara Jawa. Asli
Jawa belepotan ngomong bahasa Jawa kromo. Bukan hanya aku, masih banyak
bahkan sangat banyak generasi muda Jawa yang tak mengerti Jawa.
Hiyaaaaaaaaayyyyy… Olala, lalu bagaimana generasi Jawa mendatang?
cilacap | 8 mei 2012
aku juga miris. aku asli sunda, tapi tak akrab dengan aksara kaganga; ngomong sunda juga belepotan. heuheu....tapi tetep sok nyunda...
BalasHapusmana nungguin kitab sundanya ga jadi2 :P
Hapussaya saja masih ga hafal nulis aksara jawa >>> tapi kalau ada sandanganya suruh nulis ulang bisa salam kenal sofi
BalasHapussalam kenal kembali, mas :)
Hapusalkhamdulillah sama.. malu rasanya..
BalasHapustapi di luaran sana anak-anak kecil lebih banyak dididik pake bahasa Indonesia padahal bahasa kromo kan bahasa kita yang perlu dilestarikan. kebayang donk jika setiap tahun anak yang lahir di jawa khususnya daerahku, kalau anak-anaknya kebanyakan ngomong bahasa indonesia.. cilacap gue loe menyatu.. ehehehe
HANACARAKA :))
BalasHapusanak jaman sekarang bisa nulis itu gak ya?mereka seakan" sudha terhipnotis buadaya korea --
nah betul kakaaaaaaa generasi kita sedang dijajah budaya yg serbay korea gituuuu :|
HapusJadi pengen tinggal di Sukabumi biar tau bahasa Sundah.. hehe
BalasHapusiya sok atuh akang, dirimu keturunan betawi sunda malah terdampar di kampung celebes sanaaa :P
Hapus