soficita

Minggu, 14 Oktober 2012

Bermain Itu Belajar : Puzzle

Ada yang cekatan, tap..tap..tap selesai! Mereka berfikir praktis.
Ada yang pelan, di coba salah... dicoba belum pas... dan dicoba lagi sampai berhasil!
Ada yang heboh, ini gimana? terus yang mana lagi? habis ini terus yang mana lagi? Harus ekstra sabar menghadapi anak tipe begini.
Ada juga yang frustasi. Marah-marah. Dan akhirnya jadi berantem dengan yang lain. Perlu banyak bimbingan dan perhatian.

Pandai dalam hal pengetahuan tapi tidak cerdas secara emosi, itu juga belum dianggap keren. 
 
Bermain Puzzle
 
 
LS
cilacap | oktober 2012

Sabtu, 13 Oktober 2012

Membangun Kedekatan dengan Anak-Anak

Beginilah kami ^^

Moment-moment seperti gambar diatas adalah hal yang paling aku suka. Di "saat-saat" itulah aku berusaha membaca siapa dan bagaimana anak-anak itu. Dari hal sepele seperti bangun tidur jam berapa, uang saku sekolah berapa, hobinya, cita-citanya, jajanan yang paling disuka apa sampai soal bagaimana belajarnya di rumah, sejauh mana orang tua berperan dalam membantu anak-anak itu belajar, dsb.

Seringkali orang tua mengadu bahwa anak-anak mereka sangat sulit diatur. Kalau urat-urat muka belum semua keluar dan omelan panjang lebar belum keluar si anak masih aja santai bahkan kadang melawan.  Kurasa ini adalah perbedaan pemahaman. Orang tua belum dewasa, kita tidak bisa memaksa anak-anak berfikir seperti kita.

"Mamaku itu tiap hari marah-marah, mau makan aku dimarahin, mau main aku dimarahin, mau sholat aku juga dimarahin" keluh seorang anak suatu ketika.


"Gimana aku nggak gemes mbak, anakku itu susah sekali diatur. Kalau nggak diomelin dulu dia bakal lupa waktu, lupa tugas-tugasnya. Maunya main terus." Begitu keluh Ibunya.

Dalam sesi ngobrol bersama yang biasa kami (aku dan anak-anak) lakukan, pernah mereka bercerita. Begini, anak-anak itu merindukan kasih sayang ibu saat masih kecil. Dulu sewaktu kecil aku sering sekali di cium sekarang enggak lagi. Dulu aku dipanggil sayang sekarang enggak lagi. Dulu sering diajak jalan-jalan sekarang enggak lagi. Dan masih banyak hal yang dulu dilakukan sekarang enggak lagi. Sekarang hanya marah dan omelan tiap hari.


Wajarkah? Entahlah. Aku belum punya pengalaman langsung soal anak kandung. Tapi mungkin bisa aku simpulkan sedikit (boleh setuju boleh juga tidak setuju) bahwa kebanyakan yang terjadi orang tua tidak sadar dengan hal ini. Semakin anak-anak tumbuh besar mereka semakin merasa "jauh" dengan keluarganya. Banyak kasus yang terjadi begitu. Kelakuan anak-anak dan remaja yang lepas kontrol dan sebagainya bisa jadi berawal dari sini.

So, "dekat" dengan anak itu hukumnya wajib. Bangun sejak mereka masih kecil. Dan yang harus disadari betul adalah cara berfikir anak-anak tidak sama dengan kita. Dan kita tak bisa seenaknya memaksa mereka berfikir seperti sudut pandang kita. Perbanyak waktu bersama, dengan mendongeng itu lebih bagus lagi.


LS
Cilacap | 13 Oktober 2012

Kamis, 04 Oktober 2012

Parenting : Anak Berkarakter (Kumpulan Twit @AlissaWahid)


Jadi gini, #anak kan perlu belajar mana perilaku yg layak & tidak. Nah orangtualah yg melatih, dg memberi batas tegas.

Ciri batas yg tegas utk #anak: jelas & kongkrit, berbasis aksi-konsekuensi, bs dilakukan, & orangtua konsekuen.

Si #anak sdh pasti akan ngetes apakah batas yg dibuat orgtua itu tegas atau lemah. Ia akan nangis, melawan, histeris.

Contoh batas tegas utk #anak: suara pelan & tidak lari2 di tempat umum; bila dilanggar, nggak jadi beli mainan.

Kalau #anak tetap lari2 & teriak2, ingatkan sekali dg nada rendah. Kalau msh diteruskan, segera jalankan konsekuensinya.

orangtua perlu menjaga agar tetap dengan nada rendah saat menegakkan batas utk #anak.
Nada rendah orangtua berfungsi utk menjaga kontrol diri orangtua, menjaga penerimaan #anak, & kontrol situasi juga.

Nah #anak (terutama anak berkarakter kuat) biasanya akan melawan/histeris saat orangtuanya menegakkan aturan. Ini bagus.

Kl betul2 ingin #anak belajar memenej diri, justru ini tahap paling penting utk membantunya. Orangtua perlu menguatkan hati.

Kalau #anak melawan, jangan naik darah, jangan mengomel atau menasehati. Lakukan saja sesuai batas yg sdh diberikan.

Biarkan #anak menangis ataw marah2, tak perlu direspon. Pesan yg mau kita sampaikan: "ngamuk tak mempan utk ayah"

Prinsip perkembangan: #anak belum tahu benar salah, ia akan memperkuat strategi yg efektif utk mendapatkan yg ia mau.

Kl menangis/mengamuk membuat orangtua menyerah & ia bisa dapat yg diinginkan, ya #anak tahu bhw ini strategi yg tepat.

@RonnyFR: Nambah: Ortu yg jd marah2 pd anak yg lagi ngambek / melawan. Adalah 
mencerminkan: ortu itu perlu belajar Angry Management.

Besok2, saat powerstruggle dg orangtua, #anak akan mengulang strategi itu. Bukan krn ia nakal, tp krn it works!

@galzkii: plg sering anak #tantrum itu di mall, ujian bgt itu buat ortunya, tahan malu, krn malu anak histeris ortu jd langgar batasnya”

Oya, #anak berkarakter kuat biasanya temperamennya tinggi. Susah diatur, nggak mempan diomongi saja, suka ngetes org dewasa.

Jenis #anak berkarakter kuat ini hanya bisa belajar dg cara kena batunya. Itu pun harus berulang beberapa kali.


Nurut sy sih, #anak berkarakter kuat bukan anak nakal. Ia dikirim Tuhan spy orangtuanya bisa lebih sabar, hehehe...

Batas tegas itu penting banget utk #anak berkarakter kuat. Dia akan menantang, tapi di situlah dia akan belajar. 

Begitu dia sadar nangis/tantrum tidak mempan pada orangtuanya, #anak akan meninggalkan cara itu & mencari cara lain.




Semoga bermanfaat, backup twit keren untuk belajar. Terima kasih mbak Alissa.

sophy | 4 Oktober 2012